Jumat, 11 Januari 2013

Mawar untuk Tiara (chapter 2)

cerita sebelumnya bisa dilihat disini

                “Nama saya Surya Pramana Putra. Biasa dipanggil Surya. Saya pindahan dari Surabaya. Salam kenal semuanya.” Ucap anak baru itu di depan kelas sembari tersenyum.
                Surya. Cahaya. Nama yang unik, pikir Tiara. Mungkin jika sudah tua nanti ia akan menjadi botak sehingga kepalanya itu akan memantulkan cahaya. Lagian , kok bisa-bisanya sempet pindah sekolah padahal UN tinggal menghitung hari. Setau Tiara juga, sekolah ga akan nerima murid “tanggung” seperti ini, kan bakal repot tuh ngurus-ngurus buat UN nya. Pasti anak ini ga beres nih, rutuk Tiara dalam hati.
                “Surya, silakan kamu memilih tempat duduk yang masih kosong.” Ujar Bu Yani, wali kelas 3 IPA 3.
                Surya pun berjalan, dikelilingi oleh pandangan seluruh penghuni kelas yang ingin tahu tempat duluk mana yang akan ia pilih. Namun pilihannya jatuh pada tempat duduk kosong yang terletak di sebelah Tiara.
                “Boleh duduk disini?” ucap Surya ramah.
                “Silahkan” jawab Tiara acuh tak acuh.
                Setelah duduk, Surya pun tersenyum ramah kepada Tiara. Tidak sengaja matanya tertuju pada tongkat yang berdiri di sebelah tempat duduk Tiara, kemudian ia pun melirik ke kaki Tiara.
                “Beberapa tahun yang lalu aku dan keluargaku mengalami kecelakaan mobil. Kecelakaan itu menyebabkan ibuku meninggal dan kakiku cacat” jawab Tiara tanpa basa basi. Tiara memang sudah biasa melihat reaksi orang yang melihat kakinya. Maka dari itu, sebelum dia bertanya lebih baik Tiara ngasih jawaban aja duluan.
                “Oh, aku turut berduka yah.” Jawab Surya salah tingkah. Ia merasa tak enak hati pada Tiara.
                “Makasih”

****
                “ Ga ke kantin, Ra?” ucap Gilang ketika istirahat. Gilang merupakan murid kelas 3 IPA 5, berbeda kelas dengan Tiara. Namun terkadang Gilang mampir ke kelas Tiara sekedar untuk melihat keadaan sahabatnya itu.
                “ Ga ah, males. Lagian, ini kan hari pertama semester ini. Kenapa ga pulang cepet coba?”  jawab Tiara dengan malas
                “ Ya ampun, tumben banget kamu males kaya gini, biasanya kan kamu paling semangat kalau udah masuk sekolah”
                “ Kamu ga bareng Astri?” Tanya Tiara sambil mengalihkan pembicaraan.
                “ Dia lagi bareng sama temen-temennya. Biasa, kangen-kangenan. Kan selama 2 minggu liburan semester kemarin dia liburan ke Bali, jadi sama sekali ga ketemu sama temen-temennya.”
                “ Kamu sendiri ga kangen-kangenan sama Astri?”
                “ Ga”
`               “ Marahan?”
                Gilang tidak menjawab, dia hanya mengangkat kedua bahunya.
                “ Hai..” sapa seseorang dari belakang
                Gilang dan Tiara menoleh bersamaan ke orang yang menyapanya itu. Dan ternyata orang itu adalah Surya.
                “ Hai.. “ jawab Tiara
                Gilang pun melihat Surya dengan tampang heran, “ Kamu murid baru?”
                “ Iya “ jawab Surya
                “ Tanggung amat pindah pas udah mau lulus begini. Kamu bukan murid yang bermasalah kan?” Tanya Gilang dengan curiga.
                “ Bukan urusan kamu.” Jawab Surya dengan tenang
                “ Sekarang bangku di sebelah aku ini udah ada pemiliknya. Aku ga kesepian lagi deh.” Kata Tiara sambil tersenyum dan berusaha menengahi keduanya.
               “ Bagus deh.” Kata Gilang yang masih menatap tajam Surya “ Aku mau beli minum ke kantin dulu. Kamu mau ikut ga, Ra?”
                “ Ga deh, aku disini aja”
                “ Oh ya udah. Daaaah “
                Setelah pergi dari kelasnya Tiara, entah kenapa Gilang merasa curiga terhadap murid baru itu. Pasti ada sesuatu yang ga beres nih, pikir Gilang. Tapi untuk saat ini ia memang tidak bisa berbuat apa-apa dengannya. Bahkan Tiara pun kelihatannya merasa enjoy-enjoy saja dengan keberadaan Surya. Tapi yang pasti, ia tetap harus waspada. Feelingnya mengatakan bahwa cowok itu bukan cowok baik-baik dan ia harus melindungi sahabatnya itu. Sahabatkah? Ya, untuk saat ini Tiara memang sahabatnya. Tidak lebih. 

Selasa, 01 Januari 2013

Your Life Isn't Yours




Saya pikir, hanya orang-orang yang pecundang yang merasa bahwa hidup itu sepenuhnya miliknya. Bukan, hidupmu bukan milikmu. Segala sesuatu yang kamu jalani dan kamu lakukan itu bukan hanya tentang kamu, tetapi melibatkan orang lain juga. Kita mempunyai orang tua, dan kita wajib untuk menghormatinya. Kita hidup berdampingan dengan orang lain, dan kita wajib untuk menghargainya.

Manusia itu makhluk sosial, kan? Nah untuk itu, kita juga harus memikirkan pandangan orang lain. Dan dalam hidup, kita terikat dengan sebuah aturan. Hukum, tata karma, budaya. Hal itu semua tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia. Mengapa? Karena hidupmu bukan milikmu


Bayangkan, kalau saja seluruh manusia merasa bahwa hidup sepenuhnya miliknya. Mereka akan bebas melakukan apa saja. Manusia bisa saja dengan seenaknya menindas hak orang lain, menganggap orang disekitarnya hanyalah seonggok daging tak bernyawa. Manusia juga bisa melakukan kejahatan. Menipu, mencuri, membunuh dan segala tindakan diluar batas kewajaran lainnya yang mungkin terlalu vulgar bila saya sebutkan.

Dalam hidup, kita mempunyai agama. Setiap orang yang beragama, pasti mempercayai Tuhan. Kita tidak boleh lupa, bahwa kita juga mempunyai Tuhan. Tuhan-lah yang mengatur segala isi di alam semesta ini. Tuhan pula yang mengatur hidup dan matinya suatu makhluk. Kita memang berhak untuk hidup, tapi kita tidak berhak untuk mati. Sekali lagi saya tekankan, hidupmu bukan milikmu. Hidupmu milik-Nya.

“Inna lillahi wa inna ilaihii rajiun” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali)