Selasa, 10 Mei 2011

Mawar untuk Tiara (chapter 1)

Dahulu kala , ada seorang putri yang cantik jelita . Setiap sore hari, ia selalu menyiram bunga mawar yang tumbuh di halaman istananya . Dan pada saat itu lah seorang pangeran melewatinya sambil menunggangi kuda .
                “Wahai Putri, apakah Tuan Putri tidak lelah harus menyirami setiap hari bunga-bunga mawar yang ada di taman ini?” ujar Sang Pangeran.
                “Saya sama sekali tidak merasa kelelahan. Justru saya merasa sangat sedih jikalau bunga-bunga mawar ini sampai layu.” Jawab Sang Putri dengan suara lembut.
                “Suatu saat saya akan berikan bunga mawar ajaib yang tak akan pernah layu. Saya berjanji.” Ucap Pangeran dengan mantap
                Sang Putri pun hanya menatapnya dengan tersenyum ..

****

                Tiara terbangun dari tidurnya. Huft, sudah pagi ternyata, ujarnya dalam hati. Di telinganya masih terngiang-ngiang sebuah dongeng yang dulu sering dibacakan oleh ibunya sebelum tidur semasa ia kecil. Yup, dongeng yang tak pernah selesai, atau lebih tepatnya belum selesai diceritakan karena ibunya terlanjur meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil beberapa tahun lalu. Kejadian tragis itu pulalah yang membuat ia harus menggunakan tongkat setiap harinya karena ia tidak bisa berjalan normal.
                Ia pun bergegas mandi dan sarapan. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah di kelas 3 semester 2. Semoga saja pulang cepat, pikirnya. Entah kenapa ia sedang tidak mood belajar hari ini.
                “Tiara, Gilang sudah jemput di depan tuh.” ujar Ayahnya sembari bersiap-siap untuk berangkat kerja.
                “Iya Ayah, suruh tunggu sebentar aja.” jawab Tiara sambil memakai sepatunya dengan susah payah.
                Setelah Tiara keluar, Gilang udah nunggu di depan mobilnya seperti biasa. Gilang adalah sahabatnya sedari kecil. Gilang juga sangat mengerti kondisi Tiara sehingga ia dengan ikhlas, rela, ridho mengantar jemput Tiara untuk ke sekolah setiap harinya.Gilang satu sekolah dengan Tiara, tapi tidak satu kelas sih. Tiara sendiri sempet ngerasa ga enak sama kebaikannya Gilang ini. Tapi Gilangnya sendiri enjoy-enjoy aja tuh. Malah seneng katanya karena ia ada temennya pas berangkat sekolah. Jadi ga bosen kalau macet di jalanan kota Jakarta yang hiruk pikuk ini, dan bisa di ajak bokamus bareng-bareng juga kalau telat.
                Gilang pun segera menghampiri Tiara untuk membantunya masuk ke dalam mobilnya, dan kemudian pamit kepada Ayahnya Tiara.

****

                “Eh Gilang, kamu ga bosen apa anter jemput aku tiap hari gini?” ucap Tiara membuka pembicaraan ketika mereka dalam perjalanan.
                “Ya ampuuuun Tiaraaa, kamu udah ngomong ini berapa kali sih? Aku sampe bosen nih ngedengerinnya.” Jawab Gilang  santai.
                “Abisnya kan aku ga enak aja gitu kaya gini terus. Emang Astri pacar kamu ga cemburu apa liat kamu anter jemput aku terus kaya gini?”
                “Yaaaaaaa…” Gilang mengangkat bahu “Dia sih ga pernah bilang langsung sama aku dia cemburu atau ga, ya aku sendiri ga pernah nanyain langsung sama dianya. Lagian cemburu atau ga itu mah urusan aku. Oke?”
                 Gilang kemudian menatap cewek yang ada di sebelahnya ini. Tiara sedang menatap lurus ke depan. Wajar saja sih kalau Tiara merasa ga enak terhadap dirinya, pikir Gilang.
                “Makanya, kamu cari pacar gih sana. Biar ada yang gantiin aku anter jemput kamu.” Gilang berkata dengan entengnya.
                “Ha.. Ha.. Ha.. Kamu pikir ada gitu yang mau sama aku?” ujar Tiara sambil menatap kakinya.
                “Tiara…” ucap Gilang lembut “Ga semua cowok ngeliat cewek dari segi fisik. Kamu jangan minder gitu dong. Kamu nya aja sendiri yang ga pernah buka diri sehingga cowok-cowok juga jarang yang ngedeketin kamu. Atau….” Sambil menatap Tiara “kamu masih nunggu pangeran ngasih bunga mawar yang ga akan layu itu ke kamu, seperti dongeng yang diceritain Ibu kamu sebelum meninggal?”
                “Hahahaha.. Apa-apaan sih kamu ini. Itu kan cuma dongeng. Ngapain juga aku harus terinspirasi oleh dongeng yang bahkan endingnya aja aku ga tau.”
                “Ya kan mungkin aja…”

****

2 comment:

rachel mengatakan...

jadi penasaran ngbaca cerita selanjutnya..... :)

Devin Primanianty mengatakan...

waaaaahh, bentar yaa .. lagi ga ada ide nih .. mentok .. hehe :))

Posting Komentar