cerita sebelumnya bisa dilihat disini
“Nama
saya Surya Pramana Putra. Biasa dipanggil Surya. Saya pindahan dari Surabaya.
Salam kenal semuanya.” Ucap anak baru itu di depan kelas sembari tersenyum.
Surya.
Cahaya. Nama yang unik, pikir Tiara. Mungkin jika sudah tua nanti ia akan
menjadi botak sehingga kepalanya itu akan memantulkan cahaya. Lagian , kok
bisa-bisanya sempet pindah sekolah padahal UN tinggal menghitung hari. Setau
Tiara juga, sekolah ga akan nerima murid “tanggung” seperti ini, kan bakal
repot tuh ngurus-ngurus buat UN nya. Pasti anak ini ga beres nih, rutuk Tiara
dalam hati.
“Surya,
silakan kamu memilih tempat duduk yang masih kosong.” Ujar Bu Yani, wali kelas
3 IPA 3.
Surya
pun berjalan, dikelilingi oleh pandangan seluruh penghuni kelas yang ingin tahu
tempat duluk mana yang akan ia pilih. Namun pilihannya jatuh pada tempat duduk
kosong yang terletak di sebelah Tiara.
“Boleh
duduk disini?” ucap Surya ramah.
“Silahkan”
jawab Tiara acuh tak acuh.
Setelah
duduk, Surya pun tersenyum ramah kepada Tiara. Tidak sengaja matanya tertuju
pada tongkat yang berdiri di sebelah tempat duduk Tiara, kemudian ia pun
melirik ke kaki Tiara.
“Beberapa
tahun yang lalu aku dan keluargaku mengalami kecelakaan mobil. Kecelakaan itu
menyebabkan ibuku meninggal dan kakiku cacat” jawab Tiara tanpa basa basi.
Tiara memang sudah biasa melihat reaksi orang yang melihat kakinya. Maka dari
itu, sebelum dia bertanya lebih baik Tiara ngasih jawaban aja duluan.
“Oh,
aku turut berduka yah.” Jawab Surya salah tingkah. Ia merasa tak enak hati pada
Tiara.
“Makasih”
****
“ Ga ke
kantin, Ra?” ucap Gilang ketika istirahat. Gilang merupakan murid kelas 3 IPA
5, berbeda kelas dengan Tiara. Namun terkadang Gilang mampir ke kelas Tiara
sekedar untuk melihat keadaan sahabatnya itu.
“ Ga
ah, males. Lagian, ini kan hari pertama semester ini. Kenapa ga pulang cepet
coba?” jawab Tiara dengan malas
“ Ya
ampun, tumben banget kamu males kaya gini, biasanya kan kamu paling semangat
kalau udah masuk sekolah”
“ Kamu
ga bareng Astri?” Tanya Tiara sambil mengalihkan pembicaraan.
“ Dia
lagi bareng sama temen-temennya. Biasa, kangen-kangenan. Kan selama 2 minggu liburan
semester kemarin dia liburan ke Bali, jadi sama sekali ga ketemu sama
temen-temennya.”
“ Kamu
sendiri ga kangen-kangenan sama Astri?”
“ Ga”
` “
Marahan?”
Gilang
tidak menjawab, dia hanya mengangkat kedua bahunya.
“ Hai..”
sapa seseorang dari belakang
Gilang
dan Tiara menoleh bersamaan ke orang yang menyapanya itu. Dan ternyata orang
itu adalah Surya.
“ Hai..
“ jawab Tiara
Gilang
pun melihat Surya dengan tampang heran, “ Kamu murid baru?”
“ Iya “
jawab Surya
“
Tanggung amat pindah pas udah mau lulus begini. Kamu bukan murid yang
bermasalah kan?” Tanya Gilang dengan curiga.
“ Bukan
urusan kamu.” Jawab Surya dengan tenang
“ Sekarang
bangku di sebelah aku ini udah ada pemiliknya. Aku ga kesepian lagi deh.” Kata Tiara
sambil tersenyum dan berusaha menengahi keduanya.
“ Bagus deh.”
Kata Gilang yang masih menatap tajam Surya “ Aku mau beli minum ke kantin dulu.
Kamu mau ikut ga, Ra?”
“ Ga deh,
aku disini aja”
“ Oh ya
udah. Daaaah “
Setelah
pergi dari kelasnya Tiara, entah kenapa Gilang merasa curiga terhadap murid
baru itu. Pasti ada sesuatu yang ga beres nih, pikir Gilang. Tapi untuk saat
ini ia memang tidak bisa berbuat apa-apa dengannya. Bahkan Tiara pun
kelihatannya merasa enjoy-enjoy saja dengan keberadaan Surya. Tapi yang pasti,
ia tetap harus waspada. Feelingnya mengatakan
bahwa cowok itu bukan cowok baik-baik dan ia harus melindungi sahabatnya itu. Sahabatkah?
Ya, untuk saat ini Tiara memang sahabatnya. Tidak lebih.